Sekolah Masih di Penampungan, Siswa Selalu Bergulat dengan Debu Vulkanik
Sumbangan pembaca Radar Banyumas untuk korban Merapi kemarin mulai di wujudkan untuk pembangunan sekolah di kecamatan Cangkringan Sleman. Penggalangan dana ini bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia Cabang Banyumas dan Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU) cabang Banyumas yang merupakan lembaga kemanusiaan nasional. Lalu Seperti apa kondisi lokasi penerima bantuan ini pasca erupsi merapi 26 September 2010 lalu ?. Berikut laporan wartawan Radar Banyumas Tangkas Pamuji, dari Cangkringan Sleman. (Dimuat di Koran Cetak Radar Banyumas Sabtu Wage 30 Juli 2011 hal. 1)
Pagi, menjelang siang di Desa Umbulharjo,Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman suaca begitu cerah kemarin (29/7). Musim kemarau dan dataran yang berada di ketinggian antara 800-1100 meter diatas permukaan laut membuat udara terasa dingin menelisik kulit. Meski jarum jam mulai menunjuk angka 09.00 wib.
Saat Radarmas bersama tim dari PMI dan PKPU menyusuri jalanan desa, masih jelas terlihat keangkeran amukan gunung Merapi. Tumpukan debu vulkanik terhampar bagaikan di wilayah gurun. Batang-batang pohon berdiri tanpa daun hanya menyisakan ranting yang kering dan sebagian lainnya nampak gosong. Tak terkecuali saat melintas di Dusun Pangukrejo, Ngrangkah, maupun kinahrejo dimana mbah Maridjan, pernah menunjukkan kesetiannya menjaga wilayah tersebut.
Sesampai di SDN Gondang, Desa Umbulharjo terlihat puluhan siswa yang sedang bermain didepan ruang kelas. Debu yang begitu pekat menyesakkan pernafasan seakan tak mereka rasakan. Aprelisa Wulan Sari, Atika Amalia, dan Ira ketiganya siswa kelas 4 tetap menampakkan keceriaan diwajahnya. Sambil berkejaran, debu vulkanik, itu menyelimuti baju dan tubuh mereka. Sesekali, mereka menutup hidung. Menepak baju mereka agar debu menyingkir.
Ya, bagi mereka, debu sudah menjadi keseharian. Padahal bahaya debu vulkanik yang masuk keparu-paru sungguh membahayakan. "Sudah biasa, ini ya debu Merapi,"kata Aprelia yang berasal dari Dusun Weron, tetangga Dusun Kinahrejo, sekitar 1 km dari sekolah. Dikatakan dia, setiap harinya, bila cuaca cerah, guru, siswa dan karyawan terkadang menyiram debu terlebih dahulu agar tidak terlalu pekat.
Anak-anak tersebut mengaku trauma dengan amukan merapi, Bagi mereka, hal yang sangat diingat adalah bola api yang meluncur dari kawah Merapi saat meletus. Pemandangan bola api bisa disaksikan mereka dari pengungsian di Kabupaten Bantul saat dievakuasi." Bola api itu sungguh sangat menakutkan. Dari puncak merah dan menyusuri kebawa,'ungkap Aprelia yang bercita-cita menjadi guru ini.
Di SD N Gondang sendiri ada 138 siswa. Rata-rata mereka berjalan ke sekolah dengan jarak 1 Km. Pilihan mereka adalah berjuang dalam keadaan terbatas di pasca erupsi untuk mengejar cita-citanya." Yang penting masih bisa sekolah,"kata dia, saat ditemui wartawan koran Radar Banyumas di halaman sekolah.
Di tempat lain, sedikitnya 97 siswa SDN Pangukrejo ( yang gedungnya hanya berjarak 1,5 Km dai rumah mbah Maridjan) Konahrejo mesti bersabar untuk mendapat pendidikan yang lebih layak lagi. Mereka semua, saat ini, belajar di dhelter atau tempat penampungan pendidikan sementara yang dindingnya terbuat dari bambu. Dengan enam kelas sementara itu fasilitas yang tersedia masih sangat minim baik bangku, kursi dan papan tulis.
"Dinding bambu dan atap seng. Dulu susah air. Tapi sekarang sudah ditangani. Anak-anak masih trauma pascaerupsi. Kita masih terus memberi trauma healing. Contohnya dengan bermain, menonton film erupsi dengan menjelaskan berbagai kesiapan penanganan, dan berbagai permainan lainnya", kata Kepala SD N Pangukrejo Topo Mardianto sambil mengatakan, pembangunan shelter merupakan fasilitas dari Pemkab Sleman melalui dinas terkait dengan menghabiskan dana mencapai Rp 78.400.000.
Topo mengatakan, siswa harus berpindah shelter karena semua bangunan di SD N Pangukrejo hancur total. Seluruh fasilitas yang ada si SDN Pangukrejo juga ludes tak bisa di gunakan lagi. Bahkan, di wilayah itu tak bisa diperbaiki karena masuk ke Kawasan Rawan Bencana (KRB) 3 dimana sudah tidak bisa ditempati lagi sebagai bangunan warga dan fasilitas seesuai kepurusan pemerintah.
"Ruangan hancur, fasilitas, sekolah terbakar, mulai komputer, laptop, lcd. Hampir rumah seluruh orang tua siswa juga rusak parah. Mereka semua mengungsi. Jadilah mereka belajar di shelter sejak februari 2011 kemarin sampai sekarang ini,"kata dia.
Pantauan Radar Banyumas di SD N Pangukrejo bersama rekan PMI Banyumas yang diwakili Juni MNF Staff Bidang penanggulangan bencana seksi pelayanan, Agus Susanto selaku pengurus Bidang Penanggulangan Bencana, dan Indra Budi Legowo, KADIV Penghimpunan PKPU KCP Purwokerto serta satu staff nya Achmad Aria melihat kondisi yang rusak parah. Atap ruangan bolong dan hancur. Didalam kelas, seluruh fasilitas belajar rusak. Bahkan, pintu juga dikunci karena takit sewaktu-waktu bisa ambruk.
Ditambahkan Topo, pada mulanya, seluruh suswa di SDN Pangukrejo itu diungsikan dan memulai pembelajaran dengan menumpang di SD N Gondang. Namun anak-anak menolak. Orang tua siswa di SDN Pangukrejo juga menolak. Akibatnya keadaan mereka yang terkatung-katung itu dibuatkan shelter sebagai solusi oleh pemerintah. Toh, pada akhirnya, terang Topo ,siswa mau ditempatkan di Di Shelter. "Jarak shelter sekolah dengan rumah siswa rata-rata 4 km. Mereka ada yang jalan dan ada yang diantar. Ada juga yang jaraknya sampai 6 km. Mereka berasal dari dusun Kinahrejo dan Ngrangkah yang merupakan Dusun terdekat dengan puncak merapi", ungkap Topo.
Berbagai gambaran keadaan pascaerupsi Merapi itu tidak hanya di bidang pendidikan saja. Bidang ekonomi kerakyatan rata-rata baru mulai bangkit. Pemandangan rusaknya keadaan rumah warga juga sangat kentara hingga sekarang.
Warga di Dusun Kinahrejo, Ngrangkah, Pangukrejo dan Gondang sampai sekarang masih melakukan rehabilitasi rumh akibat diserang awan panas wedhus gembel. Mereka dibantu berbagai instansi dari pemerintah maupun dari donatur-donatur yang ada di Indonesia.
Jum'at (29/7) kemarin, untuk menghadapi situasi yang masih memilukan tersebut Radar Banyumas bersama PKPU Purwokerto dan PMI Banyumas menyalurkan bantuan Total senilai Rp 216.857.750. Uang yang dikumpulkan itu berasal dari sumbangan masyarakat Banyumas sebagai kepedulian yang dibuka tiga institusi melalui rekening Peduli Bencana Merapi.
Bantua tersebut tidak diberikan bentuk uang melainkan, diberikan dalam bentuk pembangunan fasilias gedung pendidikan SDN Umbulharjo 2 sebagai regrouping SDN Gondang dan SDN Pangukrejo. Rencananya, si SDN Gondang akan ditambah 8 kelas baru, dengan bentuk gedung bertingkat. Penerima bantuan nantinya akan diawasi bersilang oleh seluruh donatur yang masuk (bersambung)
Dokumentasi Foto : Klik Disini
0 comments:
Post a Comment